Tokoh Al-Irsyad asal Bogor ini telah mengabdikan dirinya untuk
kepentingan dan pengembangan Al-Irsyad secara keseluruhan, baik untuk
Al-Irsyad Bogor maupun untuk Al-Irsyad secara keseluruhan.
Al-Ustadz
Muhammad Munief adalah salah satu tokoh paling penting di awal sejarah
Al-Irsyad. Ia murid langsung Syekh Ahmad Surkati di Madrasah Al-Irsyad
Jakarta. Setelah lulus, pemuda kelahiran Bogor tahun 1903 ini memilih
mengabdi di almamaternya, menjadi guru di Madrasah Al-Irsyad di Petojo
Jagamonyet (Jakarta Pusat sekarang).
Ketokohan Muhammad Munif tidak terbatas di Al-Irsyad cabang Bogor
saja, tapi beliau adalah tokoh Al-Irsyad nasional. Atas jasanya yang
besar terhadap Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Pimpinan Pusat
Al-Irsyad Al-Islamiyyah dalam Muktamarnya di Jakarta, 6 September 2007
telah menganugerahi gelar Tokoh Pendidikan Al-Irsyad kepada beliau.
Gambar beliau juga telah diabadikan dalam seri perangko khusus, yang
diterbitkan oleh PT Pos Indonesia dalam rangka menyambut Mukatamar ke-38
Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Cibubur, Jakarta.
Bagi mereka yang pernah mengenyam bangku sekolah Al-Irsyad Bogor sebelum
tahun 1975, tentu mereka akan mengenal lebih dekat dengan tokoh
karismatik ini, yang memiliki peranan amat penting dalam Perhimpunan
Al-Irsyad A-Islamiyyah, terutama sekali dalam dunia pendidikan.
Sebagai salah seorang pendidik dan kepala sekolah Al-Irsyad Bogor
sejak tahun 1930-an, Al-Ustadz Muhammad Munif telah banyak melahirkan
generasi pelanjut estafeta kepemimpinan di Al-Irsyad Bogor. Anak
didiknya yang tersebar di berbagai pelosok cabang Al-Irsyad di
Indonesia, merupakan benih-benih yang beliau tanam dan telah menjadi
kader-kader Irsyadi.
Asramanya yang terkenal, At-Taujih Al-Islami, yang berlokasi
persis di belakang rumah beliau di Gang Apu, Bondongan, Bogor, adalah
basis utama beliau mencurahkan dan mengabdikan dirinya dalam dunia
pendidikan, sebagai sebuah kesinambungan dari pemikiran dan keteladanan
gurunya, Syekh Ahmad Surkati.
Tidak sedikit dari anak didik beliau yang pernah menghuni asaramanya
kini telah telah menjadi kader-kader irsyadi yang patut dibanggakan.
Misalnya, Lutfie Attamimi (direktur Majalah Islam Sabili), almarhum
Maman Abdurrahman bin Sillim (pernah sekretaris PW Al-Irsyad Jabar), dan
seabrek kader lainnya. Mereka mendapatkan gemblengan rutin dari Ustadz
Muhammad Munif di asrama tersebut.
Tokoh-tokoh Al-Irsyad Bogor seperti Ustadz Ja’far Balfas, Ustadz
Usman Amir (alm), Ustadz Abdullah Karamah (alm), Ustadz Hasyim Askar
(alm), Ustadz Ali Azzan Abdat (alm), hingga Dr. Ir. Said Harran, MSc,
adalah termasuk sederet nama murid-murid utama beliau yang beruntung
karena merasakan langsung pemikiran dan pemahaman Syekh Ahmad Surkati
melalui gurunya, Almaghfirlahu Ustadz Muhammad Munif.
Sebagai alumnus Madrasah Al-Irsyad di Jakarta yang mendapatkan
didikan langsung dari Syekh Ahmad Surkati, Ustadz Muhammad Munif memulai
pengabdiannya dalam Perhimpunan dengan menjadi tenaga pengajar pada
almamaternya, Madrasah Al-Irsyad, di Petojo Jaga Monyet, Jakarta. Namun,
ia tak lama menjadi guru di sana karena di tahun 1930 beliau harus
memenuhi tugas barunya, menjadi tenaga pengajar pada Madrasah Al-Irsyad
di kota Bogor. Syekh Ahmad Surkati memang menugaskan murid-murid
utamanya untuk menjadi kepala madrasah atau guru di sekolah-sekolah
Al-Irsyad di beberapa kota.
Kemajuan dan perkembangan Madrasah Al-Irsyad Bogor merupakan prestasi
beliau yang layak dicatat dalam lembaran sejarah Al-Irsyad. Sebagai
seorang kepala madrasah, Ustadz Muhammad Munif menerapkan penggunaan
Bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam proses belajar mengajar. Maka tak
heran bila murid-murid Al-Irsyad kala itu mahir dalam berbahasa Arab.
Ustadz Muhammad Munif berhasil membawa Madrasah Al-Irsyad Bogor
mencapai puncaknya, hingga menjadi sekolah favorit di masanya, dengan
jumlah murid yang membludak hingga gedung sekolah yang ada tak mampu
lagi menampung minat muslimin Bogor menyekolahkan anaknya di Al-Irsyad.
Terlahirlah ide oleh beliau untuk membuka sekolah filial pada
tahun 1941 di jalan Kebon Jahe, Bogor. Kelak nama Kebon Jahe berubah,
dan sekarang menjadi Jalan Perintis Kemerdekaan. Ia merintis madrasah
bernama “Al-Irsyad Boeitenzorg School” itu bersama keluarga Al-Bawahab. Sayang, keberadaan sekolah filial (cabang) ini hanya tinggal kenangan sejarah.
Setelah beberapa tahun masa penugasan dan pengabdiannya di Bogor,
Ustadz Muhammad Munif pun mendapat tugas baru untuk menjadi guru
sekaligus kepala sekolah di Madrasah Al-Irsyad Pekalongan (Jawa Tengah).
Dan di kota batik ini, beliau kembali menorehkan sejarah. Berkat
ketekunannya, beliau mampu membangun Gedung Perguruan Al-Irsyad
Pekalongan yang terkenal dengan gapuranya yang khas. Di bawah bimbingan
beliau juga, sekolah dan cabang Al-Irsyad Pekalongan kian terkenal,
karena dari sinilah muncul gambar atau lambang Al-Irsyad.
Menurut keterangan salah seorang alumni Al-Irsyad Pekalongan yang
juga salah satu murid beliau, Letnan Kolonel Iskandar Idris (alm.),
Ustadz Muhammad Munif melemparkan ide merancang lambang tersebut kepada
murid-muridnya, dan hasil rancangan tersebut kemudian disempurnakan oleh
beliau. Hasilnya adalah lambang yang sampai sekarang masih dipergunakan
sebagai logo resmi Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah.
Beberapa murid yang pernah dididik langsung oleh Muhammad Munif di
Madrasah Al-Irsyad Pekalongan, yang kemudian menjadi orang penting di
Perhimpunan Al-Irsyad adalah (alm) Ustadz Said Hilabi (mantan Ketua Umum
PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah dalam tiga Periode), Ustadz Abdul Azis
Basyarahil, hingga KH Abdullah Jaidi yang sekarang menjabat sebagai
ketua umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah.
Lapangan pendidikan merupakan medan perjuangan dan kehidupan Ustadz
Muhammad Munif sampai akhir hayat beliau. Maka, beliau sangat layak
mendapatkan gelar sebagai Tokoh Pendidikan dari Pimpinan Pusat Al-Irsyad
Al-Islamiyyah. Beliau menjalani profesinya sebagai seorang pendidik di
Al-Irsyad sebagai sebuah pengabdian. Ia siap ditugaskan mengajar di
sekolah Al-Irsyad di daerah manapun. Bahkan tugas itu dianggapnya
sebagai sebuah tantangan untuk memajukan dunia pendidikan Al-Irsyad. Tak
hanya di Bogor dan Pekalongan, beliau pun pernah mengabdi dan memegang
jabatan sebagai kepala sekolah Al-Irsyad di kota Solo. Salah satu anak
didiknya di Solo adalah bapak Ghalib Azis, yang banyak berperan di
Yayasan Al-Irsyad Bogor. Demikian pula Bisyir Mubarak Nahdi, yang
kemudian menjabat ketua Yayasan Al-Irsyad Solo. Dan banyak lagi anak
didik beliau yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam tulisan ini.
Sekembalinya dari Solo, Ustadz Muhammad Munif kembali diangkat
sebagai guru dan sekaligus kepala sekolah Al-Irsyad Bogor. Beliau
kemudian berperan aktif mewujudkan pembangunan Gedung Perguruan
Al-Irsyad yang sekarang masih berdiri megah dan dipergunakan sebagai
gedung SDIT Al-Irsyad Al-Islamiyyah, di Jalan Sedane, Bogor. Beliau
menjabat sebagai kepala Sekolah Rakyat (SR) Al-Irsyad Bogor dari tahun
1960 hingga 1965. Di samping itu, beliau juga mengajar di beberapa
tempat lain, termasuk sebagai dosen pada Akademi Bahasa Arab di Jakarta.
Kiprah dan pengabdiannya dalam kegiatan organisasi Al-Irsyad, diawali
ketika para alumni Al-Irsyad atas saran dan ide Syech Ahmad Surkati
menyelenggarakan kongres pendahuluan para alumni lulusan sekolah
Al-Irsyad Jakarta pada 11 Maret 1930. Ini adalah cikal bakal berdirinya
Pemuda Al-Irsyad. Dalam kongres pendahuluan atau voorlopig congres ini
dibentuklah Badan Eksekutif Komite Kongres Pemuda Al-Irsyad yang
diketuai oleh Ustadz Umar Nadji Baraba, dan Muhammad Munif sebagai
Sekretarisnya. Pembentukan Badan Eksekutif tersebut didasari oleh niat
para alumni untuk mewadahi kaum muda Al-Irsyad di dalam mengisi dan
mengabdikan diri untuk Perhimpunan Al-Irsyad, yang sejak awal masih
didominasi kaum tua atau wulaiti.
Sebagai kelanjutan dari kongres tersebut, kemudian berlangsunglah
Kongres Pemuda Al-Irsyad pada tanggal 12-13 Mei 1930 di Jakarta. Kongres
ini berhasil mendeklarasikan terbentuknya Pengurus Besar Pemuda
Al-Irsyad atau Hoofdkwartier Al-Irsyad yang diketuai sendiri
oleh Syekh Ahmad Surkati. Kongres ini juga telah berhasil membuat
beberapa keputusan penting, di antaranya adalah menerbitkan majalah
mingguan berbahasa Arab dengan pemimpin redaksinya Muhammad Munif dan
Ali Harharah.
Ustadz Muhammad Munif juga pernah terpilih duduk dalam kepengurusan Hoofdbestuur Al-Irsyad,
atau yang sekarang dikenal dengan istilah Pimpinan Pusat Al-Irsyad
Al-Islamiyyah, sebagai Komisaris, melalui Rapat Umum Anggota (sejenis
muktamar atau Kongres) di gedung sekolah Al-Irsyad di Petojo Jaga Monyet
(Jakarta), pada 27 Agustus 1938 dan 15 Juli 1939. Dan, jabatan tersebut
kembali diamanahkan kepada beliau pada 1 Agustus 1954 melalui mekanisme
reshuffle Pengurus Besar Al-Irsyad hasil Muktamar ke 28 di Surabaya
yang mengangkat Ali Hubeis sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-Irsyad
Al-Islamiyyah.
Selama hidupnya, Ustadz Muhammad Munif menikah tiga kali dan memiliki
sebelas anak. Pertama, dengan Zainah binti Muhammad Degel, yang
melahirkan tujuh anak: Balqis, Faruq, Rasyid, Ahmad (1943), Abdullah,
Khansa, dan Basyir. Namun Zainah wafat di usia muda, 34 tahun. Kemudian
Muhammad Munif menikah lagi dengan Badriyah Ali Munif, yang memberinya
satu anak perempuan bernama Wardah. Namun pernikahan itu tidak langgeng
dan keduanya bercerai. Terakhir Muhammad Munif menikahi Aliyah binti Ali
Ajaj, yang memberinya tiga anak: Najiah, Syakir, dan Rafidah.*
Sumber :
http://www.al-irsyad.com/biografi-muhammad-munif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar